Minggu, 06 November 2011

Ilmu Pemuliaan Ayam (Telur)


 Telur Ayam

Telur ayam yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat dibedakan menjadi dua, yaitu telur ayam kampung atau buras dan telur ayam ras. Ciri telur ayam ras adalah berukuran lebih besar daripada telur ayam kampung (Hadiwiyoto, 1983). Kualitas telur dapat berbeda-beda tergantung pada cara penanganan induk dan produk telur di samping pengaruh faktor genetis. Kualitas telur terdiri dari dua bagian, yaitu dalam dan luar telur. Kualitas dalam telur antara lain kontaminasi tetes darah atau serabut daging serta warna kuning telur, kualitas luar telur antara lain ukuran dan bentuk, warna kerabang, permukaan dan ketebalan kerabang, serta porositas (Diwjanto dan Prijono, 2007). Telur ayam ras dan buras memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga penilaian kualitasnya harus ditentukan berdasarkan pengelompokan jenisnya (Hardjosubroto, 1994).

 Warna Telur

Kerabang telur ayam sebagian besar berwarna putih atau kecoklatan. Pigmen yang dihasilkan di uterus pada saat kerabang diproduksi menimbulkan warna tersebut. Pigmen coklat pada kerabang telur adalah porhpyrin yang secara merata disebarkan ke seluruh kerabang (Suprijatna et al., 2005). Telur ayam ras biasanya berwarna putih kekuningan hingga coklat (Winarno dan Koswara, 2002). Persentase warna telur ayam Leghorn biasanya didominasi oleh warna coklat (Balvir et al., 2000). Warna kulit telur berpengaruh terhadap daya tetas telur. Telur yang warna kulitnya agak gelap cenderung lebih mudah menetas daripada telur yang berwarna terang (Kartasurdjana dan Suprijatna, 2006).

Berat Telur

Berat telur sering dipakai sebagai kriteria seleksi untuk ayam petelur. Kriteria sangat besar (extra large) yaitu telur dengan berat 57,8 gram ke atas, besar (large) yaitu telur dengan berat 49,7 – 57,7 gram, sedang (medium) yaitu telur dengan berat 42,7 – 49,6 gram, dan kecil (small) yaitu telur dengan berat kurang dari 42,6 gram (Hardjosubroto, 1994). Berat telur ayam ras berkisar antara 55 – 65 gram (Hadiwiyoto, 1983).
Berat telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik, tingkatan dewasa kelamin induk, umur induk, obat-obatan, dan pakan (Anggorodi, 1994). Faktor genetik berpengaruh terhadap lama periode pertumbuhan ovum sehingga yolk yang lebih besar akan menghasilkan telur besar. Telur pertama yang dihasilkan induk lebih kecil daripada yang dihasilkan berikutnya, ukuran telur akan meningkat sesuai dengan mulai teraturnya induk bertelur. Ukuran telur akan meningkat dengan meningkatnya kandungan protein pakan. Cuaca juga berpengaruh karena cuaca panas akan mempengaruhi kondisi kandang dan menyebabkan menurunnya ukuran telur (Suprijatna et al., 2005).
  
Indeks Bentuk Telur

Sebagian besar telur ayam berbentuk oval. Bentuk telur secara umum disebabkan oleh faktor genetis. Setiap induk bertelur berurutan dengan bentuk yang sama, yaitu bulat, panjang, atau lonjong (Suprijatna et al., 2005). Pengamatan bentuk telur dilakukan dengan mengukur indeks bentuk telur, yaitu perbandingan antara ukuran lebar atau diameter terbesar dengan panjang dari telur utuh (Syamsir et al., 1994). Indeks bentuk telur yang ideal adalah sebesar 0,74 (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kriteria telur yang baik untuk ditetaskan (hatching egg) yaitu bentuk telur normal dengan indeks 74% (Rasyaf, 1995).

Heritabilitas

Angka pewarisan atau heritabilitas dapat didefinisikan sebagai proporsi dari ragam genetik terhadap sifat fenotipe. Bila seekor ternak menunjukkan keunggulan pada sifat yang mempunyai pewarisan tinggi maka diharapkan anaknya kelak akan mempunyai keunggulan dalam sifat tersebut. Namun jika angka pewarisan rendah, belum tentu keturunannya mempunyai keunggulan dalam sifat tadi karena keunggulan pada ternak sebagian besar disebabkan oleh faktor lingkungan. Nilai heritabilitas berat telur yang normal adalah sebesar              0,6 (Hardjosubroto, 1994). Nilai heritabilitas indeks bentuk telur ayam yang normal 0,459 ± 0,104 (Balvir et al., 2000). Nilai heritabilitas berselang antara 0 – 1. Heritabilitas dikategorikan rendah (lowly heritable), sedang (moderately heritable), dan tinggi (highly heritable) jika mempunyai nilai masing-masing 0 – 0,15; 0,15 – 0,30; dan ≥0,30. Nilai heritabilitas yang mendekati 1 menunjukkan bahwa suatu sifat memberikan respons yang lebih baik terhadap perlakuan seleksi, sebaliknya nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan bahwa respons seleksi akan lambat (Kurnianto, 2009).

Korelasi

Hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan sebagai korelasi dan regresi. Metode statistik yang digunakan untuk menaksir besarnya korelasi genetik adalah analisis kovariansi (analysis of covariance). Cara paling sederhana untuk menghitung korelasi genetik adalah dengan mengawinkan sejumlah pejantan dengan sejumlah induk sehingga masing-masing akan menghasilkan satu anak. Korelasi genetik merupakan hubungan yang sifatnya berbanding lurus (Hardjosubroto, 1994). Korelasi genetik berat telur dan indeks bentuk telur ayam yang normal yaitu di bawah +0,10 (Lwelamira et al., 2008). Koefisien korelasi genetik bernilai antara -1 – 1. Bila korelasi genetik bernilai tinggi dan positif maka peningkatan produktivitas sifat pertama akan diikuti oleh peningkatan produktivitas sifat kedua. Bila koefisien korelasi genetik termasuk tinggi tetapi negatif berarti perbaikan sifat pertama menurunkan produktivitas sifat kedua. Bila koefisien korelasi genetik termasuk rendah dan positif berarti seleksi terhadap sifat pertama hanya berpengaruh sedikit terhadap sifat kedua. Bila koefisien korelasi antara kedua sifat termasuk rendah dan negatif berarti hubungan antara dua sifat tersebut lemah sehingga seleksi dapat dilakukan secara terpisah (Kurnianto, 2009).

Ayam Broiler (Pemeliharaan)

Ayam broiler
Ayam broiler adalah ayam yang dikembangkan atau dibudidayakan khusus untuk mendapatkan dagingnya, sehingga dada ayam broiler lebih gemuk dibandingkan bagian dorsalnya. Dengan demikian, ayam jenis ini disebut ayam pedaging. Lama pemeliharaan ayam ini sekitar 30-32 hari untuk mencapai berat karkas 900–1000 gram (Jayanata, 2010). Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar di pasaran adalah Cobb, Kim cross, Lohman, Hyline, Vedette, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor Arcres, Tatum, Indian River, Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, dan Sussex.  Strain ayam dijual dengan berbagai merk dagang, seperti Super 77, Tegel 70, ISA, Lohman 202, A.A 70 (Arbor Arcres), H &N, Bromo, CP 707 (Cobb) (Junaidi, 2008).

Manajemen pemeliharaan


Manajemen brooding. Ayam komersial yang telah menetas tidak mempunyai induk ayam sehingga memerlukan induk pengganti. Sistem induk buatan yang dapat berfungsi seperti induk ayam aslinya dikenal dengan istilah brooding (Medion, 2006). Selama tiga hari pertama suhu harus terjaga 32-34ºC  dengan kelembaban 60-65%. Pasca 3 hari pertama, suhu secara berangsur-angsur menurun hingga mencapai 28-30ºC pada umur 7 hari. Cara terbaik untuk menyediakan panas yang dibutuhkan ayam dengan penggunaan brooder (pemanas) dan sistem ventilasi yang baik (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).
Brooder yang baik sebaiknya mampu menghasilkan panas yang cukup, stabil dan terfokus. Brooder berfungsi sebagai induk buatan yang memberikan kehangatan kepada anak ayam. Alat pemanas dapat berasal dari lampu minyak ataupun dari sumber panas yang lain, seperti listrik (Deptan, 2001). Chick guard atau sekat berfungsi melindungi anak ayam dari terpaan angin, hewan liar dan membantu agar panas tetap terfokus. Chick guard dapat terbuat dari seng dengan ketinggian 50-60 cm. Chick guard dibentuk lingkaran atau ellips untuk menghindari penumpukan ayam pada sudut kandang karena secara alamiah ayam senang berada di sudut kandang. Kandang brooder dengan diameter 4,5 m mampu menampung 750-1.000 ekor (Medion, 2006).

Manajemen perkandangan. Perkandangan harus dibuat dengan memperhatikan tata letak kandang, drainase dan sistem pertukaran udara, cukup mendapat sinar matahari, bersih dan kuat. Kepadatan untuk kandang yaitu umur 1–3 hari kepadatan 40–50 ekor per m2, umur 4–6 hari kepadatan 25–35 ekor per m2, umur 7–9 hari kepadatan 15–20 ekor per per m2, dan umur 10–11 hari penuh (Deptan, 2001). Tujuan menggunakan litter pada budidaya broiler yaitu untuk menyerap air, mengurangi kontak broiler dengan kotoran, serta sebagai pembatas kontak langsung dengan lantai yang suhunya terlalu dingin (pada broiler pre-starter umur 0-7 hari). Jenis litter yaitu harus menyerap air, ringan (low density), murah dan tidak beracun (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008). Bahan litter contohnya sekam padi, serbuk gergaji, serutan kayu, jerami dan lain-lain. Bahan litter yang digunakan sebaiknya tidak berjamur, dan tidak berdebu. Litter ditabur secara merata ke seluruh kandang dengan ketebalan 5-8 cm. Pembalikan litter setiap  3-4 hari sampai umur 14 hari dan setelah itu dilakukan penambahan litter baru untuk mengurangi timbulnya amonia (Medion, 2006). Pada minggu ketiga dan keempat pertumbuhan bulu sudah cukup baik sehingga tirai plastik penutup sisi kandang dapat dibuka. Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras pedaging yaitu persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35oC, kelembaban berkisar antara 60-70% (Junaidi, 2008).

Manajemen pakan. Tempat makan dan minum dibuat dari bahan yang tidak mudah berkarat seperti bambu, paralon, plastik atau bahan lainnya, dan sesuai dengan umur ayam, baik ukuran maupun bentuknya. Penempatannya dibuat secara praktis, mudah terjangkau ternak, mudah dipindahkan, mudah diganti atau ditambah isinya, dan mudah dibersihkan (Deptan, 2001). Tempat ransum dan minum ayam harus disediakan sesuai dengan jumlah anak ayam. Selain itu, distribusi tempat ransum sebaiknya merata sehingga minimal 2/3 dari ayam dapat makan dalam waktu bersamaan. Ketika nipple drinker digunakan, maka lebih baik menambahkan baby drinkers khusus bagi DOC yang berasal dari bibit muda (Medion, 2006). Ransum ayam broiler di Indonesia dibagi atas dua bentuk sesuai dengan masa pemeliharaannya, yaitu ransum untuk ayam broiler masa awal (ransum starter) dan ransum untuk ayam broiler masa akhir (ransum finisher) karena kandungan gizinya berbeda (Rasyaf, 1995). Sebaiknya pakan selama satu minggu pertama berbentuk crumble untuk menstimulasi konsumsi pakan dan pencapaian bobot badan. Kandungan zat gizi pakan fase starter terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-0,9%, EM 2.800-3.500 kkal. Kandungan zat gizi pakan fase finisher terdiri dari 18,1-21,2%, lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-0,9% dan EM 2.900-3.400 kkal (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).

Manajemen pencahayaan. Pencahayaan merupakan penstimulasi yang kuat untuk meningkatkan produktivitas ayam. Pencahayaan akan menstimulasi ayam untuk selalu mengkonsumsi ransum serta merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroksin yang berfungsi meningkatkan proses metabolisme sehingga dapat memacu pertumbuhan anak ayam. Kebutuhan pencahayaan pada fase starter adalah 10-20 lux atau 20-40 watt tiap 10 m2. Pencahayaan pertama kali diberikan selama 24 jam kemudian dikurangi secara bertahap (Medion, 2006). Kondisi terbaik bagi ayam yaitu pada saat intensitas cahaya selama 1 minggu pertama sebesar 50–60 lux (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).

Evaluasi performans dan analisis usaha ayam broiler

Pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot yang cepat pada minggu pertama belum tentu ditunjang dengan sisi lain yang membaik pula, contohnya konsumsi ransum ayam menjadi lebih banyak sehingga akan berdampak terhadap konversi ransum dan biaya produksi. Dapat juga terjadi mortalitas yang lebih tinggi di masa awal atau penumpukan lemak tubuh yang lebih banyak di masa akhir (Rasyaf, 1995). Bobot badan minggu pertama sangat penting dan akan menjadi lebih penting lagi di masa yang akan datang karena broiler akan terus mengalami perubahan ke generasi baru. Ini berarti bahwa setiap tahun, 1 minggu pertama pemeliharaan broiler merupakan persentase terbesar dari total pemeliharaan broiler dalam satu periode (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).

Konsumsi pakan. Pertumbuhan yang cepat didukung dengan konsumsi pakan yang banyak pula. Setiap bibit ayam sudah ditentukan konsumsi ransumnya pada batas tertentu sehingga kemampuan prima ayam akan muncul. Konsumsi itulah yang disebut konsumsi standar atau baku, sesuai dengan arah pembentukan bibit itu (Rasyaf, 1994). Konsumsi pakan ayam broiler minggu pertama sangat rendah, yaitu hanya 140-150 g per ekor (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).

Konversi pakan. Peternak menghendaki pertumbuhan yang relatif cepat dengan makanan yang lebih sedikit, maksudnya jumlah ransum yang digunakan ayam mampu menunjang pertumbuhan yang cepat. Hal ini mencerminkan efisiensi penggunaan pakan yang baik, bila memperhatikan sudut konversi, sebaiknya dipilih angka konversi yang terendah (Rasyaf, 1995). Standar konversi pakan bagi broiler Cobb adalah 1,657–1,665 (Cobb Vantress Inc., 2010).

Analisis usaha ayam broiler. Parameter kelayakan usaha meliputi BEP (Break Event Point atau titik impas) volume produksi, BEP harga produksi, B/C ratio,  ROI (Ratio of Investment), rasio keuntungan terhadap pendapatan, dan tingkat pengembalian modal. BEP menandakan bahwa produk yang dijual dengan harga tersebut belum menghasilkan keuntungan karena pengeluaran sama dengan penerimaan. Biaya dalam usaha ayam broiler dibagi atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah unggas pedaging yang dipelihara. Biaya variabel meliputi biaya ransum (Junaidi, 2008). Biaya ransum sebesar 45-84% dari total biaya produksi. Biaya pemeliharaan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memelihara anak unggas sampai unggas pedaging itu masuk masa akhir, termasuk jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja dan biaya kesehatan dan pencegahan penyakit yang besarnya 1-7% dari total biaya produksi. Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan tanpa memperhatikan ada tidaknya unggas pedaging yang dipelihara, antara lain biaya penyusutan, biaya tenaga kerja tetap dan bunga atas modal dan pajak. Modal meliputi barang-barang modal seperti bibit unggas, kandang, tempat minum, alat-alat manejemen kandang dan lain-lain (Rasyaf, 1995). 

Sabtu, 05 November 2011

Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan salah satu unggas lokal yang umumnya dipelihara petani di pedesaan sebagai penghasil telur tetas, telur konsumsi, dan daging. Selain dapat diusahakan secara sambilan, mudah dipelihara dengan teknologi sederhana, dan sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan mendesak (Rasyid, 2002). Ayam kampung sebagai salah satu spesies ayam di Indonesia berasal dari genus gallus,  salah satu diantaranya yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus) yang terdapat di hutan Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi. Selain itu Gallus javanicus yang dikenal sebagai ayam hutan hijau terdapat di Pulau Jawa, Bali sampai Nusa Tenggara Barat (Mansjoer, 2003).
Variasi individu ayam kampung meliputi warna bulu putih, kuning, merah, hitam, blirik, blorok, dan warna bulu lainnya. Ukuran tubuh, produktivitas telur, laju pertumbuhan dan penampilan fisik juga bervariasi (Sarwono, 2003). Ayam jantan memiliki warna kulit kuning pucat, warna bulu lebih indah, warna kaki hitam campur putih, dan bentuk tubuh lonjong. Sedangkan ayam betina berbentuk segi empat, pial berwarna merah dan kecil (Mansjoer, 2003). 
Pemeliharaan ayam kampung dibagi menjadi 4 fase, yaitu Fase starter (0-4 minggu), fase grower 1 (4-6 minggu), fase grower 2 (6-8 minggu), dan fase finisher (8-10 minggu) (Iswanto, 2002). Pemeliharaan periode awal, merupakan tahapan pemeliharaan yang memerlukan perhatian ekstra (Murtidjo, 1992). Pada tahapan ini dibandingkan dengan ayam ras, ayam kampung mempunyai kelemahan, yaitu pertumbuhannya yang relatif lambat sehingga waktu pemeliharaanya lebih lama (Mansjoer, 2003).
Sistem pemeliharaan pada unggas digolongkan 1) sistem ekstensif, ayam dipelihara pada lahan umbaran yang luas, 2) sistem semi intensif, ayam dipelihara pada lahan umbaran yang terbatas, kandang digunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan ternak, 3) sistem intensif, ayam dipelihara secara terbatas dalam kandang, semua pakan disediakan oleh pengelola, efisien penggunaan pakan, kontrol dan evaluasi mudah dilakukan (Suprijatna et al., 2005).
Brooder atau induk buatan berfungsi sebagai pengganti induk anak ayam. Prinsipnya, induk buatan memberikan kehangatan dan kenyamanan yang optimal sehingga anak ayam merasa dilindungi oleh induk. Alat yang digunakan bisa menggunakan lingkaran pelindung yang terbuat dari seng; alat pemanas bisa dengan gasolec, semawar, kompor batubara atau drum bekas; sumber panas dapat menggunakan gas, batu bara, arang, kayu bakar, atau bohlam lampu pijar; induk buatan dapat juga menggunakan boks atau kotak rangka kayu dengan dinding dari seng bila populasi ayam yang diperlihara di bawah 500 ekor (Nuroso, 2010). Awal pemeliharaan (umur 1-7 hari) sebaiknya temperatur kandang brooder sekitar 31-340 C agar tetap hangat. Sementara itu, hari berikutnya temperatur dapat diturunkan menjadi 300 C. Selama pemeliharaan di kandang brooder, peternak harus memperhatikan pertumbuhan DOC dan menyesuaikan luas brooder sejalan dengan pertambahan umur (Yaman, 2010).